Soalnya setelah gue bersama-sama anak seangkatan #PWKUGM09 berangkat KKP ke Malaysia-Singapur dari tanggal 10 sampe 15 kemaren, gue mulai menanamkan mimpi-mimpi dan berusaha keluar lebih jauh lagi dari kungkungan kotak yang mengikat gue. Well, kotak-kotak yang selalu gue sangkut-pautkan sama Palembang, sama kota yang gue cinta sekaligus benci setengah mati ini.
Ibukota Sumatera Selatan
...right.
Tapi setiap gue kembali ke Palembang, gue akan dimasukkan ke dalam kotak lagi. Seperti saat ini.
Oke, nanti dulu cerita-cerita tentang betapa 'keep inside the box'-nya orang Palembang. Gue harus akui overall gue menyukai berada di Malaysia dan Singapur bersama seantero anak-anak angkatan 2009-nya PWK UGM. Gue bisa kenal lebih dekat lagi semua orang yang bahkan namanya kadang gue lupa (gue pernah panggil Aya dengan nama Resti di halte TeJo. Sorry Aya *sungkem*). Bisa nampang di berbagai kamera orang (wahaha) dan menikmati pelor di bus. Kayaknya kalo dihitung, gue sehari tidur mencapai delapan jam walau waktu istirahat dimulai jam sepuluh (sebelas di sana) dan musti bangun jam empat (lima di sana--tapi tetep gelepnya kayak masih tengah malem. Wewe masih keliaran tuh).
Karena tujuan utama KKP (Kuliah Kerja Perencanaan) adalah jelas, membangun kami-kami, para perencana masa depan, menjadi perencana yang matang materi dan mampu menyerap yang terbaik, jadi diantarlah kami ke berbagai macam tempat yang memang menunjang Urban and Regional Planning, baik di Malaysia dan terutama Singapore. Dan jujur gue menikmati, bahkan kuliah dalam Melayu English terdengar cukup menyenangkan di kuping. Padahal kuliah pake Bahasa Indonesia aja gue lebih sering ga masuknya *ketawa*.
Selain materi, hubungan sosial antara keluarga kecil PWK '09 juga jadi lebih... katakanlah, baik. Gue jadi tau ada yang lebih timid dari gue, yang lebih tebal muka, atau yang lebih 'aneh' dan loner. Wow. Gue kira ignorant di PWK '09 cuma gue. Meski tetep, yang paling bego dan parah ignorant-nya masih gue. Gue kadang gemes for knowing how timid a human can be, yang bahkan mau foto-foto di Merlion aja ga berani (Nisa, I'm talking about you). Atau yang udah sampe di Bugis tapi cuma beli kaos sepuluh dolar tiga biji (still talking about you).
Well, sesuatu yang lebih berharga dari materi apapun di dunia.
Dan berbagai perbincangan yang mendorong gue untuk kembali menemukan mimpi lalu menghargainya dengan berusaha meraih. Yea, sayangnya mimpi itu bukan untuk menjadi planner. Sighs.
Ya sudahlah ya. Saat ini gue mungkin dikungkung dalam kotak kaca rapuh namun mampu melukai kalau gue paksa pecahkan (cailah). Tapi gue yakin, setiap kotak pasti punya pintu yang digunakan untuk memasukkan dan mengurung gue ke dalamnya. Jadi yang perlu gue lakukan hanya mencari pintu itu dan berusaha membukanya, no matter how hard it is. Namanya juga usaha toh? Apalagi karena untuk meraih mimpi gue itu, gue musti keluar dulu dari kungkungan ini, mencari kepercayaan diri dan kepercayaan dari orang lain, serta menemukan hal yang gue lewatkan terus-terusan: kesempatan.
Well, di masa depan, sering-sering pantengin National Geographic Wild atau Animal Planet aja deh ya. Siapa tau ga sengaja ngeliat cewe pake jilbab item dengan pipi yang mulai tirus karena susah nemuin KFC di sekitaran Sungai Nil lagi megangin tubuh Black Mamba. Doain aja tuh cewe ga digigit, karena kalian bakalan susah ngeliat Adhisty Hafizanugra lagi nantinya. Wahahaha.
Amin.
Love, Kacangwati.
No comments:
Post a Comment