Hai.
Ini hari terakhir gue di rumah loh.
Hari terakhir gue di rumah loh, setelah lebih dari sebulan di rumah loh.
Hari terakhir loh.
TERAKHIR LOH.
Okay, I might sound really desperate. It's true tho. I am desperate. Desperately won't leave the house once again and keeping around my parents here. Mama bakalan sendirian lagi dan anak-anak ceweknya yang doyan teriak-teriak resmi bubar kembali ke perantauan masing-masing. Yeap, tadi pagi adek gue Adhissa Qonita udah caw caw dari rumah dan kabarnya udah nyampe dengan selamat di kosan. Dan besok giliran gue yang berangkat, say goodbye to those peaceful memories that built the piece of me.
Saat-saat kayak gini gue selalu mikir. Apakah pilihan gue untuk merantau itu tepat, secara gue anak perempuan sekaligus anak sulung yang mereka miliki? Apakah benar gue memilih UGM untuk menyedot segala ilmu yang gue butuh untuk masa depan? Apakah yang gue lakukan ini masuk akal? Apakah gue anak babi? Oh yang terakhir engga.
Tapi setelah beberapa saat mikir, gue sadar. Gue udah dikasih sesuatu yang priceless dari mereka: Kepercayaan.
Mereka percaya ama gue, and I just ruined it completely. Yet I understand, gue seharusnya membayar jerih payah mereka sekuat tenaga gue, dan berhenti bertindak seenak jidat. Well, mungkin bakal sulit. Tapi gue bisa nyoba kan, walau Bokap bilang, 'jangan coba-coba. LAKUKAN!'
Gue tau itu sulit. Tapi lagi-lagi gue memikirkan kepercayaan yang mereka kasih ke gue. Yang musti gue emban dengan kebanggaan. Yang musti menjadi motivasi buat gue menjalin masa depan dari benang-benang kecil karena gue ga tau, hasil rajutan gue bakalan jadi produk gagal, sweater tebal, atau sweater tebal yang gagal (ini apadeh?). Dan lagi-lagi gue harus merajut itu sekuat tenaga gue. Karena semampu-mampunya gue, cuma gue yang bisa ngeluarin kemampuan itu. Ya toh?
Ah well. The tears has come.
Gue ngetawain Qoqon tadi pagi dan, yah, I feel so silly.
Bagaimanapun juga satu bulan setengah itu lebih dari cukup untuk membuat bond yang baru dengan Palembang, dengan rumah, dengan Papa, dengan Mama, dengan Abi, dengan Sabiq, bahkan dengan kamar dan guling dan kasur serta lantai. Kamar mandi dan lain sebagainya. Dengan boneka-boneka yang semakin lama semakin berdebu, dengan dinding bercorak sapi dan panggilan tiap pagi untuk membuka kamar karena Papa atau Mama mau ambil baju (yea, I've told y'all already bahwa kamar gue udah jadi lemari maha luas buat mereka). Sounds silly but those are true. Semua hal, kehidupan gue yang berbanding terbalik dengan Jogja di sini telah menciptakan ikatan baru, yang jujur aja, susah gue lepas.
Ikatan ini terlalu solid, dikunci kerinduan.
Tuhan, gue ga mau pergi, sumpah.
Tapi yah, gue ga boleh menyia-nyiakan kepercayaan mereka (lagi) dengan tidak meninggalkan rumah ini. Karena gue tau, mereka akan jauh lebih bahagia kalau gue pulang nanti dengan keberhasilan. Karena dari segala hal, investasi dan cinta mereka yang terbesar diberikan pada kami, anak-anaknya, di mana gue adalah salah satunya. Benar kan Ma, Pa?
I miss you Guys already, really.
And last but not least,
I'll miss you, Room.
I'll miss you, Guling bau gue yang penyet gue peluk mulu.
I'll miss you, Unlimited Internet.
I'll miss you, everything.
And I'm gonna miss you forever while I'm there. But I promise, I'll turn the hell into heaven someday. Please keep praying for me. Mom, Dad, I love you.
So, hey semuanya. Besok gue pulang.
Jogja, I'm coming!! XDXD
No comments:
Post a Comment